Istimewa


Baru saja menemukan tulisan ini di folder pribadi. Berbulan-bulan tersimpan sampai saya lupa menerbitkannya di blog. Curahan hati yang tersurat beberapa hari saat persiapan exit dari Riyadh ke Indonesia medio Desember 2013.

Membacanya lagi saat ini seperti relaksasi tersendiri di sela-sela kesibukan mengurus sekolah. Izinkanlah saya bernostalgia dengan Saudi Arabia. Terlalu banyak hal yang luput tercatat dari Negara yang membuat saya jatuh cinta itu.

***

“Waktu cepat berputar bagi mereka yang berbahagia”. Saya sangat setuju dengan ungkapan ini.

Malam ini saya dan suami baru saja keliling sebagian Kota Riyadh. Di antara agendanya adalah mencari oleh-oleh untuk keluarga dan kawan-kawan dekat di Jakarta, Jogja, dan Balikpapan. Tetiba saya tersadar, dua tahun berlalu begitu cepat. Insya Allah beberapa hari lagi kami akan terbang ke Indonesia.

Salah satu tempat yang kami kunjungi sore ini adalah Suuq Diirah (Pasar Dirah), tempat kulakan parfum favorit Suami. Iya, selain menjalani perannya sebagai mahasiswa, suami juga suka nyambi jualan parfum. Maghribnya kami shalat di Masjid Jami’ tak jauh dari pasar itu. Bangunan keduanya masih satu kompleks.

Masjid ini tempat Syekh Bin Baz rahimahullah biasa menyampaikan duruus. Imam Maghrib tadi adalah Syekh Abdul Aziz Aalu Syaikh hafizhahullah. Beliau adalah mufti ‘aam (semacam ketua majelis ulama) Kerajaan Arab Saudi. Di masjid ini beliau menjabat sebagai imam tetap sekaligus pengajar sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Syekh Bin Baz dulu.

Lepas shalat saya harus bersabar menunggu suami datang. Rupanya beliau tadi masih menemui syekh untuk bertanya beberapa masalah atau menyampaikan titipan pertanyaan orang. Badan saya sampai menggigil karena lama menunggu di luar mushalla perempuan. Salah saya juga, sudah tahu musim dingin masih nekat meninggalkan mantel.

Kami harus balik lagi ke suuq untuk menyelesaikan transaksi yang tertunda. Tadi tokonya harus tutup karena sudah adzan maghrib. Sebagaimana aturan yang berlaku di Negara ini, semua toko harus tutup setiap waktu shalat tiba. Aih, suasana ini pasti akan bikin saya kangen berat dengan Riyadh.

Ketika menyusuri emperan toko-toko yang menghubungkan masjid dan pasar, air mata saya langsung meleleh. Melihat jalan-jalan di sekitar situ, orang-orang lalu-lalang, plang-plang toko dengan aksara Arab, semua memunculkan memori hidup saya selama dua tahun di kota ini.

Niqab saya basah tersapu air mata. Suami saya berjalan cepat-cepat di depan tak menyadari tangisan senyap saya (bahkan ketika mengedit tulisan ini mata saya banjir lagi).

Saya sedih membayangkan jika Allah takdirkan ini waktu terakhir saya di sini. Padahal saya betul-betul ingin kembali lagi ke negeri ini. Selaiknya impian mayoritas orang yang pernah melukis hari-hari bahagianya di sini, saya pun ingin kembali.

Benar, Indonesia memang membuat saya rindu berat khususnya keluarga. Namun meninggalkan Saudi pun terasa sama beratnya.

Bilang saya berlebihan. Tapi saya cinta negeri ini. Dulu saya pikir, Jogja tak ‘kan tergantikan. Beberapa bulan lalu saya berani bilang ke suami, “aku cinta Riyadh”. Sungguhlah benar Allah itu Maha membolak-balikan hati hamba-hambaNya.

Jauh-jauh hari ketika tahu saya sedih, suami selalu berucap, “harusnya tak perlu sedih, insya Allah kita pulang untuk mewujudkan cita-cita mulia”. Ucapan beliau rupanya belum mampu menghibur kesedihan saya.

Sekarang saya paham, mengapa kawan-kawan seperjuangan di Riyadh yang hengkangduluan itu juga dilanda melankoli final exit di masa-masa akhirnya di Saudi.

Pun saya mafhum, mengapa banyak saudari-saudari saya muslimah di Indonesia (termasuk saya dulu) bermimpi ingin menjejakkan kaki di negeri ini.

Saya merasakan sendiri betapa realita yang saya jalani di sini jauh lebih indah dari bayangan saya dahulu ketika masih di Indonesia. Hamdan laka ya Rabb…

Dengan menjadi muslimah saya merasa sangat dimuliakan di sini.

Seperti apa bentuk pemuliaannya dan nikmat menjadi muslimah di sini? Berikut ini beberapa contohnya.

#1. No more naik motor sendirian

Selain karena motor juga jarang ditemui di sini, seorang perempuan dengan penampilan seperti saya akan terlihat aneh jika jalan-jalan sendiri tanpa didampingi mahram. Alhamdulillah suami benar-benar jadi suami siaga (siap antar jaga) di sini. Kajian, jalan-jalan, belanja, makan di luar, semuanya saya nikmati bersama suami.

#2. Stop! Ada akhawat nyebrang

Berkali-kali saya mengalami sendiri dan menyaksikan di jalanan yang super ramai, ketika ada perempuan yang hendak menyeberang jalan, mobil-mobil otomatis berhenti memberinya kesempatan untuk menyeberang. Biasanya di Indonesia saya yang berlindung di samping tubuh suami. Tapi di sini terbalik. Hehe

#3. Perempuan? Silakan maju duluan

Masya Allah, ini jadi nikmat tersendiri juga untuk kaum wanita di sini. Di loket pembelian tiket bis atau saat masuk ruang tunggu terminal, yang namanya perempuan biasanya didahulukan. Di dalam bis antar-kota pun, penumpang perempuan selalu dapat seat di barisan depan bersama suami dan anak-anaknya.

Pada kasus safar umrah misalnya, penumpang-penumpang yang membawa keluarga selalu dipisahkan dari penumpang bujangan (baik bujang karena belum menikah atau karena meninggalkan anak-istri di negaranya) di bis tersendiri.

#3. Bilik Privasi di restoran

Pernah lihat bilik-bilik khas warung internet alias warnet? Kira-kira begitulah gambaran biliknya. Bedanya, bilik-bilik restoran di sini tersedia dalam beraneka ukuran, menyesuaikan jumlah anggota keluarga. Saya dan suami pastinya selalu memilih bilik terkecil, dengan kapasitas maksimal untuk 4 orang (dua kursi sisanya belum pernah terisi, hehe). Dengan adanya bilik-bilik tertutup ini saya bisa nyaman menikmati makanan tanpa memakai cadar.

#4. Female section.

Mereka yang pernah tinggal di Saudi pasti tahu fakta yang satu ini. Di bank, resto-resto cepat saji, atau kran-kran air Zam-zam di Masjidil Haram, tempat antrean perempuan dibuat terpisah dengan laki-laki.

#5. Mushalla wanita.

Khusus yang satu ini, sebenarnya ingin saya tulis di postingan tersendiri. Cuma saya tak bisa memastikan waktunya. Intinya, mushalla wanita di sini dirancang sedemikian rupa agar jamaah wanita merasa aman dan nyaman ketika beraktivitas di dalamnya.

#6. Sopir wajib berpendamping

Walau tidak berlaku untuk semua sopir, tapi umumnya sopir bis untuk kampus-kampus perempuan, madrasah banaat, serta madrasah TK mewajibkan sopirnya membawa pendamping alias mahram.

Dulu sewaktu masih jadi penumpang setia bis Darudz Dzikr, sopir bisnya juga selalu didampingi istrinya. Kalau istrinya absen, digantikan anak perempuannya yang sudah dewasa.

Saya pun punya teman yang suaminya pernah bertugas mengantar-jemput seorang mahasiswi Saudi untuk pulang-pergi kuliah. Kawan saya ini selalu mendampingi suaminya dalam tugas antar-jemput tersebut.

Tentunya aturan ini sangat baik karena menghindarkan seseorang dari perbuatan khalwat atau ikhtilath yang memang dilarang dalam syariat Islam.

#7. No more panggilan “ninjaaa!!”

Lha,bagaimana mau ngolok ninja atau yang sebangsanya ke muslimah bercadar, orang di sini mayoritas wanitanya bercadar. Lagipula, kata ninja sepertinya tidak dipahami maknanya di sini.

#8. Jadwal khusus keluarga

Satu lagi hal umum di Saudi adalah pemberlakuan jadwal kunjungan khusus untuk keluarga di lokasi-lokasi rekreasi, semisal kebun binatang, museum, atau di taman-taman besar yang berbayar. Hari-hari berkunjung untuk family dibedakan dengan jadwal men only. Jadi tindakan ini bisa meminimalisir kemungkinan berdesak-desakan dengan laki-laki di tempat-tempat tersebut.

#9. Halaqah dzikir bertebaran.

Saya baru menemukan kajian-kajian syaikhaat bertebaran di sini. Tidak seperti di Indonesia yang kajiannya lebih didominasi ustadz-ustadz. Di dekat rumah saya saja ada beberapa kajian rutin diisi oleh mu’allimaat. Kitab-kitab yang dibahas pun beragam (dan berat menurut saya untuk dibahas perempuan) mulai dari kitab Asmaa’ wa Shifaat, ‘Umdatul Ahkaam dan Shahih Bukhari.

Model kajiannya setipe dengan kajian para masyaikh. Ada satu thaalibah membacakan matannya, syaikhah atau mu’allimah yang menjelaskan matannya. Saya sampai takjub dibuatnya. Qaddarallaah karena jadwal kajiannya bentrok dengan jadwal kajian suami, akhirnya saya mengalah.

#10. Bonus-bonus lain.

Yang ini tak terhitung saking banyaknya. Jari-jari tangan saya sudah pegal juga untuk menuliskannya di sini.

Semoga kita semua dimudahkan ke Negeri Dua Tanah Suci.

Segera.

Tanpa menunggu lama.

Sepinggan, Balikpapan 28/8/1435 H

Verawaty Lihawa

11 thoughts on “Istimewa

  1. sampe blm bisa mbayangin saya mb,,blas ga adacontohnya di indo,,menyenangkan sepertinya, semoga Allaah memudahkan mb kembali ke saudi,,aamiin

    Like

    1. Ahlan Dek..
      Afwan, ana lama ndak nengok2 blog.
      Kangeeen banget jg dgn akhawaat Qaanitah.
      Semoga bisa ke Jogja lg.
      Wa fiik baarakallaah wa hayyakillaah.
      Eh iya, pengantin baru ya sekarang? Baarakallaahu lak wa baaraka ‘alaik wa jama’a baynakumaa fii khair.

      Like

  2. Selalu suka baca postingan mb ela ttg saudi.. . lama sekali meninggalkan blog, baru buka ada postingan indah ini. Selalu sukses bikin mupeng. Baarakallahu fiik mb ela, mudah2an kita diberi kesempatan unt ke saudi,…

    Like

  3. setuju sama komen di atas.. masya Allaah..indahnya tinggal di sana..
    sy pun jadi berlinang pas baca, pingin juga bisa tinggal di sana, atau mencicipi tinggal di sana.
    syukron sharingnya jadi tau tentang nikmatnya Saudi ^^

    Like

  4. Jadi sedih mba bacanya.. semoga mba diberi kesempatan oleh Allaah untuk datang ke sana lagi ya.. Aamiin : )
    Ahh maaa syaa Allaah, indahnya tinggal di sana ^^
    Afwah ya mba, kalo nenden mungkin sering jalan2 di blog mba.. hhee

    Like

Comments are closed.